BOGOR – TABERA.ID –Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota BogorBogor resmi menyelesaikan pembahasan Rancangan Perubahan Perda Nomor 4 Tahun 2017 tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh di Kota Bogor. Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Pansus, Abdul Rosyid, S.Komp., dalam wawancara eksklusif dengan Redaksi Nasional Media Group PT AJWI. Rabu (16/7/2025)
Dalam keterangannya, Rosyid menyampaikan bahwa sebanyak 88 pasal telah dibahas secara mendalam oleh Pansus. Harapannya, revisi ini akan menjadi dasar kuat untuk mencapai kawasan tanpa kumuh (zero slum area) di tahun 2030.
“Kita punya PR besar, sekitar 345 hektare kawasan kumuh harus kita intervensi dalam waktu 4 hingga 5 tahun ke depan, dan itu tidak bisa hanya mengandalkan anggaran Kota Bogor. Diperlukan sinergi lintas lembaga dan dukungan dari Provinsi serta Pemerintah Pusat,” ujar Rosyid.
Ia menjelaskan berdasarkan UU No.23 Tahun 2014 bahwa untuk kawasan seluas 10–15 hektare, intervensi dilakukan oleh Pemprov Jawa Barat. Tahun ini bantuan sudah berjalan di Kelurahan Pasir Jaya, dan akan berlanjut ke Ciluar tahun depan. Untuk kawasan di atas 15 hektare, menjadi tanggung jawab pusat, yang saat ini masih ditunggu kontribusinya.
Solusi Lahan dan Relokasi
Masalah legalitas lahan menjadi tantangan utama. Rosyid menyebut bahwa banyak warga tinggal di tanah tanpa kepemilikan sah. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan tidak hanya membangun fisik, tapi juga penyelesaian administratif.
“Kalau tidak memungkinkan untuk ditingkatkan kualitasnya di lokasi asal karena alasan hukum, kami siapkan opsi relokasi ke Rumah Susun Cibuluh dan Menteng Asri,” jelasnya.
Pendekatan Pentahelix dan Pemerataan
Dalam kesempatan yang sama, anggota Pansus dari Fraksi PKS, Endah Purwanti, S.Pi, menekankan pentingnya pendekatan terintegrasi lintas sektor (pentahelix) dalam menyukseskan program ini.
“Ini bukan hanya tugas Dinas Perumahan, tapi harus melibatkan PUPR, Dishub, DLH, Damkar, PDAM, bahkan Dinsos. Karena mayoritas penghuni kawasan kumuh adalah warga miskin,” kata Endah.
Ia menegaskan bahwa program penuntasan kawasan kumuh harus menjadi bagian dari RPJMD Kota Bogor 2025–2030, agar berjalan sistematis dan terukur, baik dari sisi anggaran maupun waktu pelaksanaan.
Fokus pada Kualitas Hidup
Endah juga menyoroti pentingnya pendekatan kearifan lokal (local wisdom) dalam pembangunan rumah layak huni (RTLH), serta memastikan warga yang tidak memiliki bukti hak atas tanah tetap mendapatkan bantuan, tanpa terganjal regulasi.
“Warga miskin yang sudah puluhan tahun tinggal, tapi tidak punya sertifikat, tetap harus mendapat solusi. Jangan sampai mereka terpinggirkan dari program,” tegasnya.
Dengan selesainya pembahasan revisi Perda ini, DPRD Kota Bogor berharap perda baru tersebut segera diharmonisasi di tingkat Provinsi Jawa Barat dan kemudian disahkan dalam paripurna DPRD.
Pansus menyatakan komitmennya untuk terus mengawal pelaksanaan program ini demi mewujudkan Kota Bogor yang bebas kumuh, lebih manusiawi, dan berkeadilan sosial bagi seluruh warga.(nR/Cp)